Pernah gak sih pesen indomie di tempat nongki-nongki gitu, dan yang masak super lelet ampe bawaannya pengen masak sendiri (but you know, selalu ada magic di balik indomie yang dimasakin orang lain, taste better than kita yang masa sendiri).
Beberapa waktu lalu gwe begitu, udah cuma masak indomie, kenapa lama bener si abang masaknya. Pengen marah tapi gak enak, pengen masak sendiri (yakalee), jadi akhirnya cuma bisa sabar aja. Well sebenernya the truth is, paling waktu itu gwe cuma nunggu around 10 menit, kenapa gak sabaran banget?
It's because gwe pesennya mie instant. It's supposed to be served in 2-3 minutes aja kan? (kata iklannya gitu), beda ceritanya kalau gwe memang pesen steak yang proses sajiannya lebih lama. Tapi ini mie instant, yang katanya cepet penyajiannya.
Then somehow i realize something, gwe, terlalu dimanjakan dengan yang namanya instan. Well, it's not me doank, but mostly people, anak-anak muda udah terlena sama yang namanya instan, sampai akhirnya nunggu 10 menit buat makanan aja tetep gak sabaran.Mungkin ini konspirasi alam semestanisasi (bahasa vicky) yang menebarkan segala produk dan alat dengan label 'instant' on it yang semakin membuat orang-orang pengen yang cepet-cepet aja dan gak bisa menunggu.
Menunggu. That word, haunting me these days.
Dan karena terlalu dibiasakan dengan yang serba cepet dan instant, i found waiting is depressing. Dan gak cuma gwe doank, people out there juga.. Menurut mereka, menunggu waktu yang tepat untuk sex itu depressing so they do it before marriage, menunggu pasangan hidup yang tepat itu depressing so they date anyone yang lagi deket sama mereka, menunggu lampu merah itu depressing sampai akhirnya diterobos, pokoknya menunggu itu menyebalkan. Iya kan?
While sebenarnya menunggu itu proses yang absolut. Proses yang wajib dilakukan in every single thing di kolong langit ini. Menunggu teach us everything we could learn. Menunggu membuat kita belajar bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya, ada harganya, dan ada maknanya. Menunggu membuat kita belajar hal lain di saat kita sedang menunggu hal lain. Menunggu, membuat kita akhirnya sadar ada kekuatan yang lebih besar dari kita yang mengatur segalanya. (contohnya si abang yang masakin indomie).
Mungkin sejenak kita harus belajar dari orang zaman dulu, yang mesti bakar kayu, nunggu panas, masukin arang, nunggu panas, sampai akhirnya masak air, nunggu panas, baru masa mie (ada mie gak zaman itu?), atau mesti belajar dari orang yang harus menunggu berhari-hari sampai suratnya nyampe ke orang yang dituju, dan nunggu berhari-hari lagi untuk terima surat balasan.
Toh mereka bisa melewati fase menunggu itu kan? Dan lagipula, sesuatu yang butuh proses menunggu akan lebih bermakna pada akhirnya dibandingkan plekplek muncul di depan mata pas dipengenin.
So, let's try this every time we get impatient (talk to ourselves), 'yaudah sih sabar aja, semua ada waktunya..'
*lagi-lagi lagi ngomongin diri sendiri koq*
Mungkin sejenak kita harus belajar dari orang zaman dulu, yang mesti bakar kayu, nunggu panas, masukin arang, nunggu panas, sampai akhirnya masak air, nunggu panas, baru masa mie (ada mie gak zaman itu?), atau mesti belajar dari orang yang harus menunggu berhari-hari sampai suratnya nyampe ke orang yang dituju, dan nunggu berhari-hari lagi untuk terima surat balasan.
Toh mereka bisa melewati fase menunggu itu kan? Dan lagipula, sesuatu yang butuh proses menunggu akan lebih bermakna pada akhirnya dibandingkan plekplek muncul di depan mata pas dipengenin.
So, let's try this every time we get impatient (talk to ourselves), 'yaudah sih sabar aja, semua ada waktunya..'
*lagi-lagi lagi ngomongin diri sendiri koq*
1 comments:
hahahaha super setuju tinnn.. indomie di abang2 knapa slalu lebih enak yaaak.. hadehhhh.. hahahaha..
Tin.. tinnn.. gue super setuju sm postingan lu.hahaha.
Post a Comment