20 November 2011

#WORDISME

Sabtu kemaren gwe baru ikutin satu workshop, tentang nulis. Judulnya One Day Writing Workshop. Behhh.. gaya banget gak tuh? awalnya gara" ngefollow mbak @AlberthieneE di twitter, terus dia ngetweet gitu buat siapa aja yang mau ikutan workshop, tinggal kirim CV by email, terus tambahin alasan kenapa sih pengen jadi penulis. Dan berhubung ini acara gratis dan kayaknya keren, isenk lah gwe daftarin diri dan gak nyangka keterima! dan dodolnya gwe, gwe daftar sendirian tanpa ajak temen satupun, alhasil kemaren gwe macam bolang dari karawaci ke palmerah, gedung kompas gramedia, sendirian. -__- naik bus umum + angkot. HOAH.

tapi gak nyesel banget............. nyampe di tempat, pendaftaran registrasinya apik banget. rapi... terus udah disambut sama stand teh dan kopi. panitia tau banget kalau gwe lupa sarapan, pas masuk ke dalem, eh di atas kursi nya banyak merchandise gitu, ada roti, ada teh botol, ada kopi, ampe ada tolak angin. trus yang manteb, dapet goodie bag ampe 2! isinya berbagai majalah, sampe 4 kayaknya majalahnya, terus ada botol minum dari tupperware, terus ada kumpulan cerpen juga. BEH. kesan pertama yang amat menggoda.
Acara di mulai jam 9 dengan sesi pembukaan "Jurnalisme Pop", speakernya ada Petty S. Fatimah (Pemimpin Redaksi Majalah Femina) sama Reda Gaudiamo (Pemimpin Grup Majalah Wanita Gramedia), mereka jelasin tentang dunia seputar permajalahan :)) terus di sesi ini, yang paling gwe inget adalah tentang ANGLE. Penulis itu harus bisa banget angkat satu topik dari beberapa angle alias sudut pandang. Penulis yang bener juga wajib tau dia nulis buat siapa, kalau nulis buat majalah anak-anak, yah harus menilai dari sudut pandang anak-anak, kalau remaja, ya sudut pandang remaja, gitu. Oh ya terus kalau kerja di majalah, apalagi majalah remaja, harus IN banget sama perkembangan remaja yang otomatis berganti setiap tahunnya, harus tau jargon-jargon alias istilah yang HITS di masanya. Terus juga masalah kosakata, di tiap majalah, tergantung sama target audience dan segmentasi nya, penulis harus bisa banget membedakan kata mana yang mau dipake, misalnya, majalah "Gadis" nulis "bisa" sedangkan di majalah "Femina" nulisnya "dapat". se simpel itu.

terus lanjut ke sesi selanjutnya, sesi "Biografi", pembicaranya mbak Alberthiene Endah. Suka banget sama sesi ini, karena kayaknya gwe sama mbak AE ini ada kemiripan, yaitu pengen banget tulisannya menginspirasi dan menyentuh hidup para pembacanya. Alasan pertama kenapa mbak AE mau jadi penulis biografi orang itu adalah karena pengen mengangkat kisah hidup seseorang yang menginspirasi agar hidup orang lain yang membaca akan berubah dengan tulisan tersebut. Oh ya terus dia juga bilang kalau alasan dia pengen bikin sesuatu yang WAH berasal dari kemauan dia untuk dikenal sama orang bukan karena nama besar company dia kerja, misalnya.. "kenalkan nama saya alberthiene dari Femina.." dia ga mau itu, dia maunya.. "kenalkan nama saya alberthiene..' WIHHH..
terus dia kasih tau modal apa yang harus dimiliki sama penulis, khususnya penulis biografi. Modal utama adalah kemampuan buat memahami perasaan, membaca hati dan berempati sama orang lain. Karena bagi narasumber, emosi itu jauh lebih penting daripada sekedar peristiwa, seseorang bisa aja lupa sama nama sekolah SD nya, tapi kalau di SD itu dia ada pengalaman yang WAH, ga akan mungkin terlupa. Bagi dia, data statistik dan data lain itu cuma jadi background, yang paling penting buat digali itu, perasaan. OUCH. :') terus modal kedua itu MENTAL. Harus banget tahan mental, karena penulis harus ketemu si narasumber terus menerus, gak cuma sekali, terus harus berhadapan sama mood si narasumber yang naik-turun selama berbulan-bulan. Dan, KETEKUNAN. i-ni ba-nget. dan dia juga bilang, seorang penulis biografer itu mulai dipercaya orang kalau dia udah pernah bikin tulisan yang menyentuh hati, dan tulisan yang menyentuh hati paling bagus adalah yang mengangkat kisah 'nothing to something', kisah perjalanan hidup seorang biasa dan bahkan orang yang gak mampu yang jadi seseorang yang sukses, itu keren banget buat dijadiin kisah dan pelajaran hidup.

sesi ketiga itu "Meraih sukses dari blog". Pembicaranya Raditya Dika, sama Aulia Halimatussadiah (Olli). yang keren banget dari sesi ini itu si Raditya Dika yang biasanya ngebanyol ngeluarin statement yang langsung di quote buat jadi tweet di twitter, dia bilang 'you don't have to be better, you just have to be different'. maksudnya, di dunia ini, banyak banget yang mirip, banyak banget yang ngelakuin hal-hal yang sama, maka dari itu, jadilah berbeda. STAND OUT dari yang lain, kalau yang lain duduk, ya lo berdiri, kalau yang lain ngegalau dan cuma bengong, lo ngegalau dan ciptainlah lagu, and et cetera. Trus ada quote yang bagus lagi, 'it's not what you say, it's HOW you say'. ini banget. Bisa aja berbagai orang ngebahas tentang rumput, kalau yang lain ngebahas rumput cuma sebagai sesuatu yang diinjek, sesuatu yang buat hiasan, penulis yang berbeda itu ngebahas kehidupan di balik rerumputan, misalnya keluarga semut. ;) bisa aja kan?

oh ampe kelupaan, di awal sesi ini dibilangin kalau nulis blog itu harus berdasarkan kemauan untuk berbagi, bukan karena pengen jadi populer atau nulis buku. Kalau berdasarkan kemauan untuk berbagi, maka lo akan menulis dengan jujur. kalau berdasarkan kemauan supaya diterbitin jadi buku, lo akan mandek dengan berbagai pemikiran, 'em, cerita ini bagus ga ya buat dikisahin?' atau 'em, orang-orang bakal seneng atau malah ngejek gwe ya gara" cerita ini'.. gitu.
terus si Radit juga bilang tentang writer's block alias kemandekan penulis dalam menulis, dan biasa yang selalu disalahin itu si MOOD. dan si radit sama ollie menentang keras ama yang namanya mood. GAK MOOD itu cuma jadi alasan alias alibi buat seorang penulis. Radit bilang lebih baik satu halaman jelek daripada halaman kosong, setidaknya kalau ada satu halaman yang jelek, nantinya itu bisa diperbaikin, nah kalo kosong? *eh, tumben banget liat si raditya jadi intelek* :p

sesi selanjutnya itu
"Penulisan menulis fiksi novel/cerpen" oleh Djenar Maesa Ayu, Clara Ng, Hetih Rusli (editor GPU), Windy Ariestanty (pemimpin redaksi fiksi Gagas Media). Di sesi ini dikasih tau kalau kita harus tau siapa kita sebenernya, tau minat kita sebenernya di bidang apa? fiksi kah? romans kah? atau apa? Penulis juga harus bisa banget menilai sesuatu dan jadiin sebagai satu cerita, lihat kisah apapun, harus bisa banget dijadiin jadi suatu cerita. Dari segi teknis, penulis fiksi harus membagi ceritanya jadi 3 babak, pengenalan karakter, konflik, dan penyelesaian. Di sesi ini juga dikasih tau tentang masalah editing dan si editor, editor adalah mereka yang harus bersikap netral dan memposisikan diri sebagai pembaca, editor harus jaga si penulis untuk stay on the line dan gak ngelantur dari benang merahnya.

Sesi terakhir itu sesi "
Pelatihan Menulis Skenario" Pembicaranya Salman Aristo, Alexander Thian, dan Aditya Gumay. Nah kalau di penulisan skenario, teknik itu penting, beda sama penulisan cerpen sama novel. Kalau cerpen sama novel, bisa banget nih nulisnya 'Malam yang kelabu, Tatang menatap ke langit dengan mata yang bermandikan rindu..' tapi kalau di skenario, harus bikin visualisasinya, misalnya 'Tatang duduk di atas kursi kecilnya, menatap ke langit sambil sesekali menarik nafas panjang'. yah, begitulah. Visualisasi. Modal awal penulis skenario itu harus mencintai dulu dunia perfilm-an, karena kerjanya rodi dan gak gampang. Bisa aja lagi di mall, tiba-tiba dapet panggilan revisi skenario saat itu juga. Terus juga kalau film harus punya minimal 10 scenes yang akan terus dikenang penonton, itu dinamain golden scenes. Dan yang harus diperhatiin buat bikin film adalah karakter, plot dan skenarionya. Dan ide dasar dari sebuah skenario adalah premis. Premis inilah yang kemudian dibedah menjadi beberapa kemungkinan ending. Contoh: seorang perempuan ingin meminta pertanggungjawaban pacarnya karena hamil diluar nikah tetapi saat itu si pacar sedang dalam proses operasi pergantian kelamin. Beberapa kemungkinan ending: a) si pria menolak bertanggung jawab dan tetap operasi, b) si pria batal operasi dan bertanggungjawab, c) si pria tetap operasi dan bertanggungjawab.

Terus juga dibilang, pas lagi bikin skenario, bayangkan ada satu frame di depan mata lo, trus mulai bayangin adegan-adegan yang bakal ada di film nanti, dan langsung diketik. Dan yang paling gwe inget, si @aMrazing bilang gini.. 'kalau kerja di dunia ini (red:media) harus punya kuping yang tahan banting, dihina, dijelek-jelekin sama orang, udah biasa..' yah, kurang lebih dia bilang gitu. Intinya sih bener banget, secara kalau di media, baik film, novel, design, apapun itu, pasti ada pro dan kontra. Tutup aja kuping buat kalimat-kalimat jahay yang pedes dari orang. :)

AH! Sekian dulu ya rangkuman gwe tentang #WORDISME. Sayang banget berhubung gwe kesana sendirian dan gak bawa kamera SLR, dan kamera bb gwe rusak, jadilah gwe pulang tanpa foto apapun, dan foto" diatas bukan milik gwe, asal nyomot dari twitter orang-orang. :D

thanks to the committee, asik banget. gratisan, dan dapet lunch! :p
This entry was posted in

0 comments: